SEPUPUKU YANG POLOS KU GUNAKAN UNTUK MEMUASKAN BIRAHIKU

SEPUPUKU YANG POLOS KU GUNAKAN UNTUK MEMUASKAN BIRAHIKU

Kali ini aku ingin membagikan cerita dewasa dari pengalaman ku sendiri yang terjadi sekitar pertengahan Maret tahun 2006 yang lalu.

Namaku Dandi, kala aku SMA, aku tinggal dengan saudaraku di Jakarta, di rumah itu aku bersama 3 orang anak dari pamanku itu yang umurnya sebayaku kecuali Anisa yang bungsu, wanita kecil yang masih kelas satu SMP.

Setahun telah aku tinggal dengan mereka, di umur sepertiku, terus menjadi hari badan Anisa yang biasa kupanggil Nisa, nampak terus menjadi montok saja, dengan kulitnya yang putih bersih terus menjadi nampak menggairahkan nafsuku. Maklumlah turunan dari ibunya yang bertubuh montok serta hot.

Tiap kembali dari sekolah aku pasti ada waktu buat ngobrol- ngobrol dengan Nisa, hanya buat melihatnya dari dekat, terlebih payudaranya mulai nampak wujudnya. aku jadi mulai mengincarnya, nanti aku harus mendekatinya, pikirku.

Dihari selanjutnya saat Anisa kembali dari sekolah ia langsung mengarah ke ruangan tempat cucian- cucian yang belum kering, karna di rumah hanya ada kami berdua, Aku pun mengikutinya. aku berupaya supaya kedatanganku tidak mengagetkannya.

“ Nis…udah kembali..?” iya kak, sembari melepas sepatunya.

“ Awas dong…mau ganti pakaian nih…!” katanya meminta.

“ Iya.. aku keluar deh.. tetapi kalo udah nanti aku boleh masuk lagi ya…!” pintaku padanya.

“ Iya….. boleh…” ucapnya.

“ Aku masuk ya…!” pintaku dari luar sembari membuka pintu. Wow.. semacam bidadari Anisa mengenakan daster kecilnya yang bertali satu, jantungku berdegup kencang seolah tidak yakin melihat bentuk tubuhnya itu.

“ Nis…kamu menawan sekali gunakan pakaian itu..!” ungkapku jujur padanya.

“ Masa sih..!” kata Anisa sembari berbalik bergaya semacam peragawati.

“ aku boleh bilang sesuatu tidak Nis…?” tanyaku agak ragu padanya.

“ bilang apaan sih kak…serius banget deh kayaknya…!” ungkap Anisa penasaran.

“ Aa.. aku.. boleh peluk kamu tidak.., sebentar aja…!” ungkapku memberanikan diri.

“ aku janji tidak ngapa- ngapain…. beneran..!” janjiku padanya.

“ Iiih…peluk gimana sih.., emang buat apa…, tidak mau ah…!” bantahnya.

“ Sebentar…. aja…. ya…Nis..” kembali aku membujuknya, jangan sampai ia jadi takut padaku.

“ Ya udah cepetan ah…yang enggak- enggak aja sih…” ucapnya agak centil sembari berdiri membelakangiku.

Tidak kusia- siakan aku langsung memeluknya dari belakang, tanganku melingkar di badannya yang kecil imut, serta padat itu, kemudian tanganku kuletakkan di bagian perutnya, sembari ku usap- usap dengan pelan.

penisku langsung berdenyut begitu memegang pantat Anisa yang empuk serta bentuk nya sedikit menungging dan menyentuh penisku. Langsung saja kugesek- gesekkan pelan- pelan di pantatnya itu.

“ Iiih…. di apain sih tuh…udah…. ah…!” seru Anisa sembari berupaya melepas pelukanku.

“ aku terangsang Nis…abis kamu ini menawan sekali Nis…!” ungkapku.

Anisa juga membalikkan tubuhnya menghadapku, sembari menatapku penuh rasa penasaran.

“ Anunya bangun ya kak…?” tanya Anisa heran.

“ Iya Nis…aku terangsang sekali…” ungkapku sembari mengelus- elus celanaku yang menyembul sebab penisku yang udah tegang.

“ Kamu ingin lihat tidak Nis…?” tanyaku padanya.

“ Gak ah…entar ada orang masuk lho…!” katanya polos.

“ Kita kunci aja pintu gerbangnya ya…!” ungkapku, sembari beranjak mengunci pintu gerbang depan.

Sedangkan Anisa menungguku dengan sedikit salah tingkah di ruangan itu. Sekembali mengunci pintu gerbang depan, kulihat Anisa masih di kamar itu menunggu dengan malu- malu, tetapi penasaran.

“ Ya udah aku buka ya…..?” ungkapku sembari membuka celana pendekku pelan- pelan.

Kulihat Anisa mengbuang muka pura- pura malu tetapi matanya sedikit melirik mencuri pandang ke arah penisku yang kembali ngaceng.

“ Nih lihat…. cepetan mumpung tidak ada orang…!” ungkapku pada Anisa sembari kuelus- elus penisku di depannya. Anisa juga melihatnya dengan tersipu- sipu.

” Iiih apa sih…. Malu tahu…!” ucapnya pura- pura.

“ Kenapa malu Nis…kan udah gada orang…” kataku berdebar- debar.

“ Kamu mau pegang nggak….?” Ungkapku sembari menarik tangan Anisa kutempelkan ke arah penisku. Nampak muka Anisa mulai memerah sebab malu, tetapi penasaran. Masih dalam pegangan tanganku, tangan Anisa ku arahkan menggenggam batang penisku yang telah ngaceng itu, sengaja ku usap- usapkan pada penisku, ia juga mulai berani memandang ke arah penisku.

“ Iiiih…takut ah…gede banget sih…!” ucapnya, sembari mengusap- ngusap penisku, tanpa bimbinganku lagi.

“ Aaaah…ooouw…. terus Nis…enak banget…!” aku mulai merintih. Sedangkan Anisa terus menggenggam penisku sembari sesekali mengusap- usapkan tangannya turun naik pada batang penisku, rasa penasarannya terus menjadi-jadi memandang penisku yang telah ngaceng itu.

“ aku boleh pegang- pegang kamu tidak Nis…?” ungkapku sembari mulai mengusap- usap lengan Anisa, kemudian beralih mengusap- usap punggungnya, sampai ku usap- usap serta kuremas- remas pantatnya dengan lembut.

Anisa nampak heran atas tingkahku itu, ia belum paham apa iktikad dari tindakanku terhadapnya itu, dengan sangat hati- hati rabaan tanganku juga mulai keseluruh bagian badannya, hingga sesekali Anisa menggelinjang kegelian, aku berusaha agar tidak nampak agresif olehnya, supaya ia tidak kapok dan tidak ceritakan ulahku itu kepada orang tuanya.

“ Gimana Nis…….?” ungkapku padanya.

“ Gimana apanya…!” jawab Anisa polos.

Aku kembali berdiri serta memeluk Anisa dari belakang, sedangkan celanaku udah melorot ke lantai, sekaliab saja kulepas.

Anisa juga diam saja saat aku memeluknya, sentuhan lembut penisku pada daster mini warna bunga- bunga putih yang dipakai Anisa membuatku terus menjadi bernafsu padanya. Akupun terus menggesek- gesekkan batang penisku di bagian pantatnya itu. Sedangkan tangan Anisa terus menggenggam batang penisku yang melekat di pantatnya, sesekali ia mengocoknya pelan- pelan.

Tidak lama sehabis itu pelan-pelan kuangkat daster tipis Anisa yang menutupi bagian pantatnya itu, kemudian dengan hati- hati kutempelkan batang penisku diatas pantat Anisa yang telah sedikit terbuka itu.

“ Nis…. buka ya celana dalamnya….!” pintaku pelan, sembari membelai rambutnya yang terurai sebahunya itu.

“ Eeeh…. mau apa sih…. pake dibuka segala…?” tanyanya bimbang.

“ Tidak apa- apa nanti juga kamu tahu… Nisa tenang aja…!” bujukku supaya ia sedikit tenang, sembari perlahan aku turunkan celana dalam Anisa.

“ Ahh kan….. malu…masa tidak pake celana dalam sih…!” ucapnya merengek padaku.

“ Udah tidak apa- apa…. kan tidak ada siapa- siapa..!” aku menenangkannya.

“ Kamu kan udah pegang punyaku…sekarang aku pegang punyamu ya…Nis..?” pintaku padanya, sembari mulai ku usap- usap memeknya yang masih bersih tanpa bulu itu.

“ Ah.. udah dong…geli nih…” ungkap Anisa, saat tanganku mengusap- usap selangkangan serta memeknya.

“ Ya udah…. punyaku aja yang ditempelin deket punyamu ya..!” ucapku sambil melekatkan batang penisku ditengah- tengah selangkangan Anisa pas diatas lubang memeknya. Pelan- pelan kugesek- gesekkan batang penisku itu di belahan memek Anisa.

Lama kelamaan memek Anisa mulai basah, terus menjadi licin terasa pada gesekkan batang penisku di belahan memek Anisa, nafsu birahiku menjadi bergejolak, darahku rasanya mengalir cepat keseluruh tubuhku, bersamaan dengan degup jantungku yang semakin kencang.

Masih dalam posisi membelakangiku, aku minta Anisa membungkukkan badannya ke depan supaya aku lebih bebas melekatkan batang penisku di tengah- tengah selangkangannya.

Anisa juga menuruti permintaanku tanpa rasa khawatir sedikitpun, ternyata kelembutan belaianku semenjak tadi dan seluruh permintaanku yang ku ucapkan dengan hati- hati tanpa paksaan terhadapnya, meyakinkan Anisa kalau aku tidak akan menyakitinya.

“ Terus kita mau mengapa nih…?” ungkap Anisa heran sembari menunggingkan pantatnya persis kearah penisku yang tegang luar biasa. Kutarik daster tipisnya kemudian kukocok- kocokkan pada batang penisku yang telah basah oleh cairan memek Anisa tadi.

Lalu aku masukan kembali batang penisku ketengah- tengah selangkangan Anisa, melekat pas di belahan memek Anisa, mulai kugesek- gesekan secara beraturan, cairan memek Anisa juga terus keluar membasahi batang penisku.

“ Aaah…Nis…enaaaak…. bangeet…!” aku merintih nikmat.

” Apa sih rasanya…. emang enak…ya…?” tanya Anisa, heran.

“ Iya…Nis…rapetin kakinya ya…!” pintaku padanya supaya merapatkan kedua pahanya.

Waw nikmatnya, penisku terjepit di sela- sela selangkangan Anisa. aku terus menggenjot penisku disela- sela selangkangannya, sembari sesekali kusentuh- sentuhkan ke belahan memeknya yang telah basah.

“ Ah geli nih…. udah belum sih…jangan lama-lama dong…!” pinta Anisa tidak paham adegan ini berakhir seperti apa.

“ Iya…Nis… sebentar lagi ya…!” ungkapku sembari mengencangkan genjotanku, tanganku meremas pantat Anisa dengan penuh nafsu.

Seketika terasa dorongan hebat pada batang penisku seperti gunung yang hendak memuntahkan lahar panasnya.

“ Aaaaakh…aaaoww…Nisaa…aku udah mau keluaarr…crottt…crott…crottt.. oouhh…!” air maniku muncrat serta tumpah di selangkangan Anisa, sebagian menyemprot di belahan memeknya.

“ Iiiih…. jadi basah.. nih…!” ungkap Anisa sembari mengusap air maniku di selangkangannya.

“ Hangat…licin…ya…?” ucapnya sembari malu- malu.

“ Apaan sih ini…. namanya..?” Anisa bertanya padaku.

” Hmm…itu namanya air mani…Nis…!” jelasku padanya.

Di pegangnya air sperma yang berceceran di pahanya, kemudian ia cium baunya, sambil tersenyum. Aku pun menatap Anisa sambil melihat reaksinya setelah melihat tingkahku padanya itu. Tetapi untunglah Anisa tidak kaget atas tingkahku itu, hanya sedikit rasa penasaran saja yang nampak dari tingkahnya itu.

Aku sangat beruntung dengan kondisi di rumah sore itu yang sudah memberiku peluang untuk mendekati Anisa wanita kecil yang menawan. Anisapun menurunkan daster mininya sembari mengusapkannya ke selangkangannya yang belepotan dengan air maniku, kemudian dipakainya kembali celana dalamnya yang kulepas tadi.

“ Nis…makasih ya…udah mau pegang punyaku tadi…!” ungkapku pada Anisa yang masih terheran- heran atas ulahku tadi.

“ Kamu tidak marahkan jika besok- besok aku pengen kaya gini lagi..?” pintaku pada Anisa.

“ Iya…nggak apa- apa…asal jangan ada orang aja.. kan malu…!” ungkap Anisa polos.

Sehabis itu Anisa juga bergegas mengambil tas sekolahnya beranjak ke dalam kamarnya, aku betul- betul merasa puas dengan kepolosannya tadi, pokoknya nanti aku akan bujuk ia buat kaya gitu lagi, kalau bisa akan kuajari yang lebih dari itu.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *