Ini adalah cerita hubungan terlarang ku dengan istri temanku yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Pada hari minggu saat itu aku (Vito, 29 tahun) udah janjian dengan temanku yang bernama Bastian (29 tahun) mau jalan ke rumah teman-temanku semasa kuliah dulu. Bastian adalah salah satu teman kuliahku dulu, dan kini udah berkeluarga sementara aku masih lajang. Tapi sejak setahun pernikahaannya dengan Sinta (25 tahun) mereka masih belum punya momongan.
Sinta adalah adik tingkat kami waktu kuliah dulu. Bastian saat ini tinggal di rumah mertuanya (keluarga Sinta) di sebuah kota pulau Jawa. Sore itu aku jemput dia di rumah Sinta. Tapi setibanya disana, Sinta bilang kalau Bastian baru saja pergi nganter ibu dan bapak mertuanya ke rumah saudaranya karna ada keperluan.
Sinta nggak ikut karena sore itu dia mendadak agak meriang. “Tunggu aja dulu deh, Vit,” kata Sinta padaku. Karena aku udah terbiasa main ke rumahnya, akupun langsung aja nyelonong masuk ke ruang tamu.
“Kamu sendirian aja nih Sin di rumah. Mana pembantu kamu?” tanyaku sambil langsung rebahan di karpet di depan tv.
“Iya nih, tadinya aku mo ikut ma Mama. Tapi nggak tau kenapa tiba-tiba meriang gini. Si bibi (pembantunya) lagi pulang kampung,” kata Sinta sambil bawain aku minuman hangat. “Kamu masuk angin ya Sin?” tanyaku sambil menyeruput segelas teh hangat yang disediain Sinta.
“Minum obat dong Sin,” kataku lagi sambil ngeliat ke arah Sinta yang duduk bersila di atas kursi, sementara aku masih rebahan di karpet.
“Atau dikerokin, biar anginnya keluar,” ujarku bercanda. “Maunya sih, tapi si bibi-nya lagi nggak ada,” kata Sinta.
“Suami kamu dong suruh ngerokin” kataku lagi.
“Huu boro-boro mau ngerokin, suruh mijatin ajapun dia ga pernah mau Vit,” ujarnya.
“Aku yang ngerokin mau nggak?” kataku bercanda.
“Mau sih, tapi malu ah,” Sinta tersenyum malu.
“Ngapain mesti malu sama aku, aku kan teman suami mu.” ujarku sambil nggak yakin kalau Sinta bener-bener mau aku kerokin.
“Nggak ah, nggak mau dikerokin. Pijitin aja deh Vit kalau kamu mau. Ntar aku bingung jawab apa kalo ditanya Bastian siapa yang ngerokin.” pinta Sinta sambil tersenyum.
Aku langsung nyuruh dia duduk di lantai nyandar ke kursi. Sementara aku duduk di kursi tepat di belakang nya.
Sebenarnya Sinta dan aku nggak ada perasaan apa-apa, makanya dia mau aja aku yang mijatin. Sambil ngobrol-ngobrol, aku terus mijatin pundak sama leher bagian belakang Sinta.
“Ke bawah dikit dong Vit. Ke bagian punggungnya.” pintanya sambil menggeser posisi duduknya agak maju.
Aku nurut aja, sambil terus mijatin dia yang sambil nonton tv.
“Kamu lepasin tali BH-nya dong, ngehalangin nih,” kataku.
Sinta langsung melepas BH-nya dan di letakkan di sampingnya. Aku mulai mikir yang ngeres melihat BH Sinta sebesar itu. Aku ngebayangin isi BH itu pasti besar juga.
“Aku sambil tiduran ya Vit.” pinta Sinta sambil mengganti posisi telungkup di atas karpet di depan tv.
Aku pun turun dan duduk disamping tubuhnya. Aku mulai meraba pantatnya yang gempol, lalu turun ke bagian pahanya yang terlihat putih karena Sinta waktu itu cuma pake celana pendek aja. Tanganku mulai ku mainkan agak nakal, sambil melihat reaksi Sinta.
Persis di punggung dibelakang bagian tetenya, aku mulai sedikit nakal memainkan jari-jariku. Kuturunkan sedikit jari-jariku supaya meraba sedikit bagian tetenya.
“Geli ih Vit,” ujarnya tapi diam saja.
“Kena ya? Sorry deh Sin” ujarku pura- pura kaget. Dan Sinta diem aja mendengar jawabanku itu.
“Sin, buka aja lah kaosnya,” pintaku.
“Engga ah, nanti Bastian dateng gimana?” katanya seperti ragu.
“Ya cepat-cepat di pake lagi dong.” jawabku sambil tersenyum kepadanya.
Agak sedikit malu kulihat wajah Sinta ketika dia duduk sebentar dan membuka kaosnya dan cepat-cepat telungkup lagi. Seketika pikiranku saat itu benar-benar ngeres. Ingin rasanya aku memeluk Sinta dan merasakan hangatnya tubuh Sinta. Tapi aku malu.
Dengan sedikit ragu, aku mulai memberanikan diri untuk meremas bagian pinggir-pinggir tete Sinta dari belakang. Sinta terlihat seperti agak kaget melihat kenekatanku itu, tapi dia diam saja. Malah sedikit-sedikit Sinta membiarkan jari-jariku semakin masuk dan meremas tetenya itu.
“Geli Vittt,,,” Sinta agak mendesah.
“Sorry ya Sin, aku benar-benar nggak tahan pengen megangin tetek kamu,” kataku agak gemetar.
“Gapapa kan Sin, Sorry ya,” kataku semakin gemetaran.
Begitu Sinta mendengar pertanyaanku itu, tak kusangka dia menggeleng pelan. Birahiku pun jadi semakin bergejolak, tak mampu lagi aku menahan. Kuraih tubuh Sinta menyuruh nya duduk dan ku balikan badannya menghadap ke arahku. Cepat-cepat aku tempelkan bibirku ke bibir Sinta. Sinta yang masih keliahatan kaget melihat kenekatanku, Dia terdiam dan pelan-pelan mulai bereaksi dengan membalas ciumanku.
Seperti orang kesurupan, kami yang sama-sama sedang birahi dengan cepat saling menjilat bibir kami masing-masing. Tanganku pun dengan cepat meremas tete Sinta sementara tangan Sinta terus mengusap-ngusap bagian punggungku yang sudah telanjang dada.
Kuraih tubuh Sinta supaya berdiri. Dan ku tarik celana pendek Sinta ke bawah. Sinta pun mulai beraksi ketika tanganku sudah menarik celana pendeknya termasuk CD-nya juga. Dia dengan gugupnya membuka kancing celana ku dan menarik turun resleting celanaku.
Aku membantunya dengan menurunkan sendiri celana dalam dan jeansku hingga kami sama-sama telanjang saling berpelukan dalam posisi berdiri. “Masukin ya Sin,” pintaku ketika tangan Sinta dengan ganasnya meremas-remas batangku yang sudah mengeras saat itu.
Sinta hanya mengangguk pelan ketika penisku kuarahkan kebagian selangkangan Sinta yang sudah sangat basah itu. “Shhhh…. ahhh..” Sinta mengerang. “Ahhhh… cepetan Vittt, nanti Bastian keburu datang” katanya sambil terus merenggangkan selangkangannya.
“Ahhhhh,,, Sinnnn….” kataku tak tahan merasakan tangan Sinta mengocok batang kejantananku.
Dengan posisi terus berdiri, penisku sudah tepat di depan lubang memek Sinta yang basah. Kumasukan pelan-pelan dengan arahan tangan Sinta.
“Pelan- pelan Vit.. ahhhh….ahhhhh… Vittt…….” Sinta mendesah sambil memelukku erat sekali ketika penisku mulai menancap ke dalam vagina itu. “Siiin….. ahhhh… ahhhh….” erangku merasakan nikmatnya menyetubuhi istri temanku.
“Cepat Vittt… cepetin lagi goyangan kamu Vitt….” Sinta merengek seperti seorang bayi yang minta cepat-cepat disusui oleh ibunya. “Iya Siiin,,, begini enak Siiinn,,,” tanyaku sambil menghisap lidah Sinta yang menjulur keluar dari mulutnya.
Sinta hanya mengangguk meng-iyakan pertanyaanku. “Vittt,,,, aku pengen keluar Vitt,,,, lebih cepet lagi Vitttt,,,,” pinta Sinta sambil tubuhnya menggeliat kekiri-kekanan. Aku yang sebenernya juga sudah mau keluar, semakin mempercepat goyanganku mengacak-acak memek Sinta yang seluruh tubuhnya sudah kelihatan menegang merasakan kenikmatan penisku.
“Aaauuuu,,,,, Vitt,,,, aku keluar Vitttt,,,,,” Sinta mendesah sambil menggigit pundakku.
“Aku juga Siinnn,,,,” kataku juga hampir bersamaan. Kupeluk tubuh Sinta yang kelihatan sangat kelelahan, dan Sinta tersenyum ketika aku cium keningnya.
“Makasih ya Vit,,,” bisiknya sambil tersenyum malu.
“Iya, makasih juga Sin,,,” jawabku sambil terus kupeluk tubuhnya. Lama kami saling berpelukan masih dalam keadaan telanjang sambil duduk di depan tv di atas karpet. Tiba-tiba Sinta mengambil BH dan kaosnya. Dan dengan manjanya, dia minta dipakaikan olehku. “Pakein dong Vit,, nanti suamiku keburu pulang loh.” pintanya. Aku pun langsung memakaikan BH dan kaosnya sambil tanganku mencari- cari kesempatan untuk meremas lagi tetenya yang sudah mulai mengendur lagi.
“Udah ah,,, besok- besok kan bisa lagi Vit…”
Sekarang kami sudah saling memakai pakaian masing-masing, tapi sepertinya masih tak ingin terpisahkan. Kami masih berpelukan di atas kursi ketika suara mobil yang dikemudikan Bastian terdengar masuk ke halaman.
Sinta langsung buru buru bangkit dari pelukanku. “Bastian dateng,” bisiknya di telingaku. Sambil bangkit, dia sempat mencium pipiku sekali. “Besok-besok lagi ya Vitt,,,” katanya sambil tersenyum menggodaku. Aku hanya mengangguk sambil melihat Sinta yang terus berlari ke arah pintu depan.
Aku masih duduk sambil nonton tv ketika Bastian menyapaku. “Yuk, langsung cabut Vit. Temen-temen udah pada nunggu kayanya. Kamu udah lama ya? Sorry ya tadi aku nganter mertuaku dulu,” kata Bastian tanpa kutanya. Sinta yang mendengar itu bilang “Iya tuh, Vito udah dari tadi nungguin kamu Mas. Yaudah cepat kalian berangkat, nanti keburu selesai acaranya,” kata Sinta sambil menggandeng tangan suaminya dengan mesra sampai ke pintu depan rumahnya.