Ini adalah kisahku sebenarnya yang ku bagikan di Bisik Dewasa. Dalam cerita ini nama-nama tokoh dan tempat sudah ku ubah dengan nama yang berbeda, karena aku takut orang yang bersangkutan dengan cerita ini mengetahui. Cerita ini adalah pengalaman nyata yang terjadi sekitar bulan januari 2016.
Kejadian ini sekitar sebulan yang lalu. Waktu itu aku dengan 2 orang teman kantorku sedang makan siang di sebuah warteg di daerah Bogor. Ketika aku mau membayar makanan, aku mengantri di belakang seorang wanita cantik yang sedang menggendong anak kecil.
Karena agak lama, aku menegurnya. Ketika ia menoleh ke arahku, aku kaget karena ternyata dia adalah Dinda istri tetanggaku.
: “Eh, Mas Miko. Lagi ngapain Mas..?” tanyanya.
: “Anu, aku lagi makan siang. Kamu sama siapa Din? Anton gak ikut?”
: “Enggak Mas, dia lagi tugas ke luar kota. Aku lagi beli makanan, sekalian buat nanti malam Mas. Soalnya si Imah juga lagi pulang kampung. Yaudah, aku keluar aja sama Tia (anaknya-).”
: “Dinda bawa mobil?
: “Enggak Mas, mobilnya dibawa Mas Anton ke Surabaya.”
: “Ooh, kamu mau pulang bareng ga? Kebetulan aku juga mau langsung pulang nih.”
: “Iya boleh Mas.”
Singkat cerita, aku dan kedua temanku langsung pulang ke rumah kami masing-masing. Sementara aku, Dinda dan Tia pulang bersama dengan mobilku. Sesampainya di rumah Dinda yang cuma berjarak 3 rumah dari rumahku, Dinda mengajakku untuk mampir, tapi aku bilang mau kerumah dulu, ganti baju dan memarkirkan mobil.
Karena Lia istriku, lagi pergi ke rumah orangtuanya, jadi aku langsung saja pergi ke rumah Dinda dengan memakai celana boxer dan kaos. Ternyata, rumah Dinda tertata cukup rapi. Ketika aku masuk, Dinda cuma memakai piyama mandi.
: “Aku ganti baju dulu ya Mas, gerah nih,” (katanya sambil tersenyum)
: “Ooh.., iya, si Tia dimana Din?” (tanyaku sambil terpesona melihat kecantikan dan kemulusan body Dinda)
: “Anu Mas, Tia tadi langsung tidur pas sampai di rumah, kasihan dia capek. Aku ke kamar dulu ya Mas!”
: “Oh.. iya, jangan lama-lama ya”
Ketika Dinda masuk ke kamarnya, entah sengaja atau tidak, ia tidak menutup rapat pintu kamarnya. Tentunya merasa ada kesempatan, aku mencoba mengintip. Memang lagi beruntung, ternyata di lurusan celah pintu yg terbuka itu, ada kaca lemari. Woww, untuk ukuran wanita yang sudah mempunyai anak berumur 3 tahun, Dinda ini masih punya bentuk tubuh yang sangat bohai.
Dengan ukuran 34B dan selangkangan yang sudah dicukur, dia langsung membuat “joniku” berontak dan bangun. Dan yang membuatku semakin kaget, sebelum dia memakai daster yang cuma selutut, dia hanya memakai celana dalam jenis G-string dan tidak memakai BH. Sebelum Dinda berjalan ke luar kamar, aku langsung bergegas lari ke sofa dan pura-pura main Hp.
: “Eh, maaf ya Mas kelamaan.” (sambil duduk setelah membetulkan letak tali celana dalamnya yang menyempil)
: “Gapapa kok, aku juga lagi scroll Tiktok tadi. Emangnya Antom berapa lama tugas di Surabaya?” (tanyaku yang juga ‘sibuk’ membetulkan letak si ‘joni’ yang udah salah posisi)
: (sambil senyum Dinda menjawab) “3 hari Mas, baru tadi pagi berangkatnya. Oh iya ngomong-ngomong aku juga udah 2 hari ini nggak ada liat Mbak Lia, dia kemana Mas?”
: “Dia lagi ke rumah orangtuanya karna Bapaknya lagi sakit. Sepertinya dia seminggu ini disana”
: “Wah, kesepian dong..?”
: (merasa hal ini harus ku manfaatkan, aku jawab saja) “Iya nih, mana seminggu lagi, ga ada yang nemenin. Emang kamu mau nemenin aku?”
: “Wah tawaran yang menarik tuh.. (jawab Dinda sambil tersenyum menggoda). Emangnya Mas mau aku temenin? kan ada si Tia, nanti ganggu Mas lagi.”
: “Ndak apa-apa.”
: “Oh iya, aku mau tanya dong, kamu ini umur berapa sih? Kok keliatannya masih muda ya?” (sambil aku menggeser posisi duduk biar lebih dekat dengan Dinda)
: “Aku ini baru 27 kok Mas, aku menikah waktu umur 23 pas baru lulus kuliah. Aku diajak Mas Anton nikah itu pas dia udah kerja 3 tahun. Emangnya kenapa sih..?”
: “Engga, aku penasaran Aja. Kamu udah punya anak umur 3 tahun, tapi badan kamu itu masih bagus banget, kayak ABG umur 20-an gitu.”
: “Yah, aku berusaha aja jaga badan Mas. Biar laki-laki yang ngeliat aku pada ngiler,” (katanya sambil tersenyum menggoda)
: “Wah, kamu ini bisa aja, tapi emang iya juga sih, aku juga jadi mau ngiler nih.”
: “Tuh kan, mulai macem-macem ya, nanti aku jewer loh!”
: “Kalo aku macem-macem beneran, emangnya kamu mau jewer apa ku?” (tanyaku sambil terus melakukan penetrasi dari kanan Dinda)
: (sambil menghadap ke wajah saya, dia bilang) “Wah, kalo beneran, aku mau jewer ‘burungnya’-nya Mas Miko, biar putus sekalian.”
: “Emangnya kamu berani? Aku juga bisa mbales lohh”
: “Aku berani lho Mas! (sambil beneran memegang ‘burung’ ku yang memang sudah minta dipegang) Terus Mas Miko mbalesnya gimana?”
: “Nanti aku remes-remes lho tetemu!” (jawabku sambil beneran juga melakukan serangan pada bagian dada)
Karena merasa masing-masing sudah memegang ‘barang’, kami tidak bicara banyak lagi. Aku langsung mengulum bibir Dinda yang memang lembut banget dan penuh gairah. Tampaknya, Dinda yang sudah setengah jalan, langsung memasukkan tangannya ke dalam celanaku, tepat memegang ‘burung’ku.
: “Mas Miko, kon**lnya gede banget.” (kata Dinda sambil terengah-engah)
: “Udah, nikmatin aja. Kalo mau kamu isep juga boleh!”
Tanpa banyak bicara, Dinda langsung membuka pertahanan bawahku. Dan dengan seenaknya ia melempar celana pendek dan celana dalamku, dan langsung menghisap batang kemaluanku.
Ternyata, hisapan Dinda mantap banget. Tanpa tanggung-tanggung, setengah penisku yang 18 cm itu dimasukkan semuanya ke dalam mulutnya.
Setelah hampir 5 menit, Dinda aku suruh berdiri di depanku sambil ku lucuti pakaiannya.
Tanpa di komando, Dinda melepas celana dalamnya itu dan menjejalkan kemaluannya yang tanpa bulu ke mulutku. Yaudah, namanya juga dikasih, langsung aja aku jilat-jilat.
: “Mas, geli Mas,” (kata Dinda sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya)
: “Tadi ngasih, sekarang komentar!” (kataku sambil memasukkan dua jari tanganku ke dalam vaginanya yang peret banget, kayak kemaluan perawan)
Masih dalam posisi duduk, aku mengarahkan pantat dan vagina Dinda ke arah batang kemaluanku yang makin lama makin keras.
Perlahan-lahan, Dinda memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah mulai agak-agak basah. “Pelan-pelan ya Din..! Nanti memekmu sobek,” kataku sambil tersenyum. Dinda malah menjawab dengan serangan yang benar-benar membuatku kaget. Dengan tiba-tiba dia langsung menekan penisku dan mulai bergoyang-goyang.
Gerakannya yang lembut ku imbangi dengan tusukan-tusukan tajam yang cuma bisa dijawab Dinda dengan erangan dan desahan. Setelah posisi duduk, Dinda mengajakku untuk berganti posisi Doggy Style. Dinda langsung nungging di lantai di atas karpet.
Sambil membuka jalan masuk untuk penisku di vaginanya, Dinda berkata, “Mas jangan di lubang pantat ya, di memek aja!” Seperti anak kecil yang penurut, aku langsung menghujamkan panisku ke dalam liang senggama Dinda yang sudah mulai agak terbiasa dengan ukuran joniku.
Gerakan pantat Dinda yang maju mundur, benar-benar mantap. Pertandingan antar kelamin kami itu, mulai menghebat tatkala Dinda ‘jebol’ untuk yang pertama kali. “Mas, aku basah..,” katanya dengan hampir tidak memperlambat goyangannya. Mendengar hal itu, aku malah bersemangat, cepat banget, sampai-sampai dengkulku terasa mau copot.
Kemaluan Dinda yang basah dan lengket itu, membuat si ‘Joni’ jadi tambah kencang. “Din, aku mau keluar, di dalam apa di luar nih buangnya?” tanyaku. Eh Dinda langsung menjawab, “Di dalam aja Mas, kayaknya aku juga mau keluar lagi nih, barengin ya?”
Sekitar 4 menit kemudian, aku sudah benar-benar mau keluar, dan sepertinya Dinda juga. Sambil memberi aba-aba, aku bilang, “Din, udah waktunya nih, keluarin bareng ya, 1 2 3..!” Aku memuntahkan air maniku di dalam liang vagina Dinda yang pada saat bersamaan juga mengeluarkan cairan kenikmatan nya.
Setelah itu aku mengeluarkan penisku dari vagina nya dan menyuruh Dinda menghisap dan menjilati penisku sekali lagi. Dinda menurut saja, sambil ngos-ngosan, Dinda menjilati penisku. Ketika Dinda sedang sibuk dengan batang kejantananku, Tia bangun tidur dan langsung menghampiri kami sambil bertanya,
“Mami lagi ngapain? Kok Om Miko digigit?” Dinda yang tampaknya tidak kaget, malah menyuruh Tia mendekat dan berkata, “Tia, Mami nggak gigit Om Miko. Mami lagi makan ‘permen kojek’-nya Om Miko, rasanya enak banget, asin-asin gitu” “Mami, emangnya permennya enak? Tia boleh nggak ikut makan?” tanya Tia.
Sambil mengocok-ngocok penisku, Dinda berkata, “Tia nggak boleh, nanti di marahin Om Miko, mendingan Tia duduk di sofa ya, ngeliat Mami sama Om Miko main dokter-dokteran.” Aku yang dari tadi diam saja juga mulai bicara, “Iya, Tia nonton aja ya, tapi jangan bilang-bilang ke Papi Tia, soalnya kasian Mami nanti.
Ini Mami kan lagi sakit, jadinya Om kasih permen terus disuntik.” Sambil terus memegang penisku yang mulai kembali mengeras, Dinda berkata kepada Tia, “Nanti kalo’ Tia nggak bilang ke papi, Tia Mami beliin baju baru lagi deh, ya? Tuh liat, suntikannya Om Miko mulai keras.
Tia diam aja ya, Mami mau disuntik dulu nih!” Merasa ada tantangan lagi, Aku langsung mencium Dinda dengan lembut di bibirnya yang masih beraroma sperma, sambil meremas buah dadanya yang kembali mengeras. Dinda langsung melakukan gerakan berputar dan langsung terlentang sambil tersenyum,
“Babak kedua dimulai!” Sementara Tia hanya diam melihat maminya ku acak-acak, walaupun terkadang dia membantu mengelap keringat maminya. Itulah pengalamanku dan Dinda yang masih berlanjut untuk hari-hari berikutnya. Kadang-kadang di rumahku, dan tidak jarang pula di rumahnya.
Kami melakukan berbagai macam gaya, di segala kondisi. Pernah juga kami melakukan di kamar mandi masih dengan Tia yang ikut nimbrung ‘nonton’ pertandingan aku vs maminya. Dan Tia juga diam dan tidak bicara apa-apa ketika papinya pulang dari Surabaya.
Hal itu malah makin mempermudah aku dan Dinda yang masih sering datang ke rumahku ketika aku sudah pulang dari kantor, dan ketika istriku belum pulang dari rumah orangtuanya.